Bersemi & Kemudian Gugur
Dalam
sebuah perjalanan cinta yang pernah ku jalani, aku hanya pernah sekali saja
mencintai seseorang hingga dia menjadi kekasihku. Dialah pacar pertama dan
sekaligus mantan pertamaku. Iya, dia kini hanya mantan kekasih yang masih
sering ku perbincangkan dengan sahabat-sahabat ku. Dia baik, bahkan sangat
teramat baik pada ku. Dia tidak pernah menyakiti perasaanku sedikitpun, bahkan
dia sangat menjagaku dengan perhatian dan kasih sayang yang belum pernah
diberikan siapapun untukku. Dia yang terbaik pada masa itu, masa-masa manis
saat aku dan dia tertawa bersama. Bersama memecahkan haru sunyinya malam
melalui telpon genggam kami berdua. Tapi, masa itu hanya sekejap bersemi dan
segera gugur untuk selamanya.
Dengan keegoisan yang ku punya, aku
terlalu sering mengacuhkannya demi sebuah alasan yang tak pantas ku ucapkan.
Aku egois dan dia terlalu letih dengan keegoisan ,bahkan keras kepala yang ku
punya saat itu. Aku tau hal itu tak kan pantas ku lakukan, tapi aku baru saja
mengenal bagaimana menjadi seorang kekasih. Aku belum pernah dan ini pertama
kalinya. Tapi aku gagal. Kata orang , untuk menjadi yang lebih baik pada
awalnya kita memang harus gagal. Aku gagal. Kemudian kau pergi dan aku mulai
merasa bahwa egoisku tak bisa menarikmu untuk kembali. Bahkan egois ku
membiarkanmu pergi dengan kekesalan yang luar biasa. Kau pasti kesal denganku.
Aku tak bisa menjadi seorang kekasih, aku gagal di masa pertamaku.
Aku membiarkanmu berlalu dan pergi.
Berlalu bersama putaran waktu tiap jam, menit dan detiknya. Dengan harapan,
semoga kau mendapat yang jauh lebih baik lagi setelah aku. Walaupun sebenarnya
harapan itu hanya harapan palsu. Aku takkan menyesal pernah menahanmu dalam
hatiku dan melepasmu pergi begitu saja. Jelas aku menyebut itu sebagai
pengalaman pertama dan mungkin untuk yang terakhir kalinya. Bagi ku itu semua
sudah sangat teramat cukup. Aku sudah tau bagaimana menjadi seorang kekasih,
bagaimana repotnya harus selalu membangunkan mu dari lelapnya tidurmu, bagaimana aku merasa betapa
bosannya selalu kau ingatkan makan dan mandi. Padahal, sebenarnya tanpamu aku
sudah pasti melakukan semua itu. Tapi ternyata memang seperti itu. Memang itu
perhatian kecil yang takkan pernah hilang.
Dalam waktu 2 bulan 26 hari itu,
kita bertemu sebagai sepasang kekasih. Di setiap perkumpulan yang kita ikuti,
kita adalah sepasang kekasih. Sebentar saja, hanya sebentar. Sekarang, kita
bertemu dalam arti keluarga. Kita sekarang adalah keluarga, seorang abang dan
adik. Yang saling menghormati dan melindungi. Perhatian itu harusnya tetap ada,
karena aku adalah adik dan aku adalah keluargamu juga. Tapi diluar dugaanku,
kau jauh berbeda. Kau hanya bisa acuh dan diam. Kau tak perduli lagi denganku,
bahkan untuk tersenyum untukku saja kau enggan. Mungkn wajar, kau sudah menjadi
mantan kekasihku dan mungkin kau masih saja menyimpan luka dariku. Tapi sungguh
aku mengaharapkan sebuah percakapan terjadi pada kita berdua. Dengan rasa
hormat, aku mulai menyapamu sebagai seorang adik. Hai abang. Ya, hanya seperti
itu. Meski kau ada dihadapanku dan aku tau benar kau sudah melirikku dari awal,
tapi tetap saja kau tak pernah mau menyapaku duluan. Mungkin kau gengsi? Apa
kau membenciku? Atau salahku terlalu
besar? Aku tak pernah tau dan sebenarnya aku ingin tau, hanya saja aku selalu
takut untuk menanyakannya. Menanyakan kabarmu saja aku takut, apalagi harus
menanyakan hal yang mungkin saja tak lagi masuk akal sehatmu. Itulah dirimu.
Dalam harapku, aku hanya ingin kau
bisa bersikap biasa seperti pada saat awal kita belum dibalut dalam rasa.
Bisakah kita kembali seperti dulu? Menjadi sesuatu yang lebih baik lagi? Aku
malu harus selalu menjauh darimu, aku selalu merasa salahku itu menggunung.
Kapan kita sedekat dulu? Sedekat seperti dulu, sebelum kita hanyut dalam rasa.
Aku selalu sangat menginginkan masa itu tak pernah ada. Sepertinya masa itu
hanya memberikanku kesempatan untuk menonjolkan keegoisanku saja & tidak
lebih. Pada akhirnya, aku hanya bisa
diam melihat waktu terus berputar hingga dia memberiku sebuah jawaban terbaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar