uncontrol situation ?

0
COM
saat matahari terbenam, saat angin menyambut bulan dengan penuh harap, saat bintang bergelantungan di langit luas, saat aku...ya benar aku merindumu. waktu yang kita punya begitu singkat, tak sempat saling sapa juga saling tanya. haruskah kita menjauh demi sebuah jawaban pasti? haruskah jawaban itu segera kita temukan hanya untuk sekedar memperbaiki hal kecil yang sudah sedikit buruk. mungkin waktu tertawa melihat kita yang tak lagi memanfaatkan detik demi detiknya, karena kita memang benar-benar mengabaikannya. lalu haruskah aku segera pergi atau hanya diam? pergi untuk apa? diam untuk apa? sesuatu sedang memaksaku untuk menentukan pilihan yang terbaik, mungkin.

bukan tetang bagaimana aku dan kamu menjadi kita, dan... kenapa harus kita? ya kenapa? beberapa hal yang seperti tak sepatutnya untuk dipermasalahakan, selalu menjadi pemicu kehangatan. tapi benar sekali kehangatan itu berubah menjadi semakin hangat hingga panas. mungkin sebagian menyebutnya dengan uncontrol situation, maybe?? hey... ini sudah masuk waktu panjang, 1,2,3,4,5,6... jangan bilang itu hal biasa. aku sungguh tidak terima jika itu yang terjadi.

sayang...
bisakah ku beli waktumu sehari saja? hanya sekedar untuk menikmati betapa indah semua tentangmu bagiku, hanya sekedar untuk mentertawakan sesuatu yang tak pantas ditertawakan, hanya sekedar bercerita kalau kali ini aku mendapat nilai yang sangat baik, hanya sekedar untuk menggodamu layak seorang bocah. haruskah aku membeli waktu yang seharusnya benar menjadi milikku? sesungguhnya aku kehilangan sesuatu tentang itu. bisakah?




Bersemi & Kemudian Gugur

0
COM


            Dalam sebuah perjalanan cinta yang pernah ku jalani, aku hanya pernah sekali saja mencintai seseorang hingga dia menjadi kekasihku. Dialah pacar pertama dan sekaligus mantan pertamaku. Iya, dia kini hanya mantan kekasih yang masih sering ku perbincangkan dengan sahabat-sahabat ku. Dia baik, bahkan sangat teramat baik pada ku. Dia tidak pernah menyakiti perasaanku sedikitpun, bahkan dia sangat menjagaku dengan perhatian dan kasih sayang yang belum pernah diberikan siapapun untukku. Dia yang terbaik pada masa itu, masa-masa manis saat aku dan dia tertawa bersama. Bersama memecahkan haru sunyinya malam melalui telpon genggam kami berdua. Tapi, masa itu hanya sekejap bersemi dan segera gugur untuk selamanya.
            Dengan keegoisan yang ku punya, aku terlalu sering mengacuhkannya demi sebuah alasan yang tak pantas ku ucapkan. Aku egois dan dia terlalu letih dengan keegoisan ,bahkan keras kepala yang ku punya saat itu. Aku tau hal itu tak kan pantas ku lakukan, tapi aku baru saja mengenal bagaimana menjadi seorang kekasih. Aku belum pernah dan ini pertama kalinya. Tapi aku gagal. Kata orang , untuk menjadi yang lebih baik pada awalnya kita memang harus gagal. Aku gagal. Kemudian kau pergi dan aku mulai merasa bahwa egoisku tak bisa menarikmu untuk kembali. Bahkan egois ku membiarkanmu pergi dengan kekesalan yang luar biasa. Kau pasti kesal denganku. Aku tak bisa menjadi seorang kekasih, aku gagal di masa pertamaku.
            Aku membiarkanmu berlalu dan pergi. Berlalu bersama putaran waktu tiap jam, menit dan detiknya. Dengan harapan, semoga kau mendapat yang jauh lebih baik lagi setelah aku. Walaupun sebenarnya harapan itu hanya harapan palsu. Aku takkan menyesal pernah menahanmu dalam hatiku dan melepasmu pergi begitu saja. Jelas aku menyebut itu sebagai pengalaman pertama dan mungkin untuk yang terakhir kalinya. Bagi ku itu semua sudah sangat teramat cukup. Aku sudah tau bagaimana menjadi seorang kekasih, bagaimana repotnya harus selalu membangunkan mu dari  lelapnya tidurmu, bagaimana aku merasa betapa bosannya selalu kau ingatkan makan dan mandi. Padahal, sebenarnya tanpamu aku sudah pasti melakukan semua itu. Tapi ternyata memang seperti itu. Memang itu perhatian kecil yang takkan pernah hilang.
            Dalam waktu 2 bulan 26 hari itu, kita bertemu sebagai sepasang kekasih. Di setiap perkumpulan yang kita ikuti, kita adalah sepasang kekasih. Sebentar saja, hanya sebentar. Sekarang, kita bertemu dalam arti keluarga. Kita sekarang adalah keluarga, seorang abang dan adik. Yang saling menghormati dan melindungi. Perhatian itu harusnya tetap ada, karena aku adalah adik dan aku adalah keluargamu juga. Tapi diluar dugaanku, kau jauh berbeda. Kau hanya bisa acuh dan diam. Kau tak perduli lagi denganku, bahkan untuk tersenyum untukku saja kau enggan. Mungkn wajar, kau sudah menjadi mantan kekasihku dan mungkin kau masih saja menyimpan luka dariku. Tapi sungguh aku mengaharapkan sebuah percakapan terjadi pada kita berdua. Dengan rasa hormat, aku mulai menyapamu sebagai seorang adik. Hai abang. Ya, hanya seperti itu. Meski kau ada dihadapanku dan aku tau benar kau sudah melirikku dari awal, tapi tetap saja kau tak pernah mau menyapaku duluan. Mungkin kau gengsi? Apa kau membenciku?  Atau salahku terlalu besar? Aku tak pernah tau dan sebenarnya aku ingin tau, hanya saja aku selalu takut untuk menanyakannya. Menanyakan kabarmu saja aku takut, apalagi harus menanyakan hal yang mungkin saja tak lagi masuk akal sehatmu. Itulah dirimu.
            Dalam harapku, aku hanya ingin kau bisa bersikap biasa seperti pada saat awal kita belum dibalut dalam rasa. Bisakah kita kembali seperti dulu? Menjadi sesuatu yang lebih baik lagi? Aku malu harus selalu menjauh darimu, aku selalu merasa salahku itu menggunung. Kapan kita sedekat dulu? Sedekat seperti dulu, sebelum kita hanyut dalam rasa. Aku selalu sangat menginginkan masa itu tak pernah ada. Sepertinya masa itu hanya memberikanku kesempatan untuk menonjolkan keegoisanku saja & tidak lebih. Pada akhirnya, aku  hanya bisa diam melihat waktu terus berputar hingga dia memberiku sebuah jawaban terbaik.

Teman (?)

0
COM


            Tempat baru ini serasa ancaman bagiku. Demi sebuah cita-cita, aku rela berbagi waktu bahkan tempat untuk cintaku. Menurut cerita banyak orang, jarak itu sesuatu yang paling tega membuat segalanya menjadi loebih buruk. Tapi sebagian orang hanya anggap itu adalah sebuh mitos dan aku belum terlalu paham untuk itu.
            Tempat baru yang berarti, aku akan memiliki segala hal yang baru. Terutama, teman. Mungkin untuk masalah satu ini aku tidak perlu terlalu khawatir, karena aku sejenis manusia yang tak terlalu memilih atau bahkan sudah menetapkan kriteria untuk calon teman. Mungkin itu sebabnya, aku harus berada ditempat baru agar banyak orang ymerasakan indahnya pernah mengenalku.
            5 hari sudah aku tinggal disini, ditempat yang dingin ini. Bogor.  5 hari juga aku mulai merasa dekat dengan ketiga wanita cantik dengan kota kelahiran yang berbeda. Dengan bentuk tubuh yang sangat sempurna, senyuman yang begitu menawan dan rambut yang begitu terawat. Sungguh berbeda denganku.
            Hari demi hari, sebuah perbincangan mulai semakin dalam. Satu sama lain mulai menceritakan sesuatu yang bagi mereka adalah sebuah rahasia pertemanan. Apapun, semua tertampung dalam 2telingaku. Ketiga wanita ini ternyata tak seberuntung kelihatannya, mungkin mereka bahagia dalam materi, tapi tidak untuk jiwanya.
            Aku? Aku merasa cukup dengan hidupku. Mungkin aku tak begitu berlimpah dalam hal materi, tapi aku tetap merasa itu cukup. Mungkin itu sebabnya kami bertemu, Tuhan pasti punya rencana baik untuk kami. Saling memperlihatkan, bahwa hidup memang harus selalu di syukuri.
            25 hari sudah kulewati. Cita-cita ku harus segera ku gapai, karena aku tau cintaku sudah menanti sejak lama. Tapi ini saatnya, melepas rindu yang berkepanjangan. Kekasihku mengunjungi aku saat dia sedang dalam masa libur. Tentu aku bahagia.
            Ku temui dia, ku peluk erat dan tak ada yang berubah pada dirinya. Cinta sedang bersemi diantara kami. Segera ku bawa dia berkeliling kota dan ku kenalkan pada teman-teman baruku.
            Sayang, dia hanya bisa bersamaku dalam waktu 18jam saja. Dia pulang bersama airmata dalam pelukan. “Kita pasti akan segera bertemu lagi” dengan sebuah kecupan di dahiku. Lambaian tangan pun tak henti hingga wajahnya tak lagi terlihat. Setidaknya aku sudah melepas rindu itu.
            Aku pulang dengan harapan agar dia selamat sampai tujuannya. Aku pulang dan melihat ketiga temanku sedang tertawa besar karena sedang mengolok-olok seseorang.
“gendut, cupu dan freak!! Hahaha”
Ya tentu, mereka sedang membicarakan kekasihku. Mentertawakan fisik kekasihku, mentertawakan seseorang yang ku kagumi. Mereka tertawa terbahak-bahak. Mereka temanku dan mereka cerita dibelakangku.
“ganteng juga ngga, apa nya yang harus dibanggakan? Gendut, perutnya buncit. Tua!! Dia picek apa gimana ya? Ngeliat apanya coba?”
Kali ini aku yang tertawa, aku yang mentertawakan mereka. Mereka begitu lucu bagiku.
“aku melihat sesuatu yang takkan pernah kalian lihat. Mungkin dari fisik dia tak tampan, dia tak menarik. Bahkan dengan gumpalan yang ada diperutnya membuat dia terlihat tua dan itu semua yang terlihat oleh kalian. Tapi apa kalian sudah melihat kebaikan hatinya? Melihat tanggung jawabnya? Melihat ketulusannya? Melihat keseriusannya? Melihat perhatiannya? Melihat bagaimana dia memperlakukanku dengan begitu lembut? Itu yang takkan pernah kalian lihat dan itu yang membuat aku begitu sangat bangga memiliki kekasih seperti dirinya. Dia tak perlu ku ragukan lagi, dialah yang akan membawaku menjadi seseorang yang lebih baik nantinya”

i love you bella

0
COM


Orang bilang wanita itu manusia yang paling ribet didunia. Mulai dari penampilan, langkah kaki, cara berjalan, tatapan mata, paduan warna lipstick dengan warna dressnya, semua harus lebih dari sekedar kata perfect. Aku memang tak punya kriteria wanita idaman, tapi aku lebih suka wanita feminim dari pada yang acak-acakan. Beberapa kali aku harus putus cinta, berulang kali aku harus mengenal wanita baru. Ntah aku yang kurang baik dalam menjalani hubungan atau wanita itu yang tak pantas untukku. Tapi aku tak pernah diam hanya menunggu karena aku tak ingin melewatkan sedetikpun kebahagiaan yang harusnya memang untukku.
Malam ini aku berencana mengajak bella, kekasihku untuk pergi melihat penampilanku diatas panggung. Aku tau bella tak sealiran denganku, tapi aku ingin dia hadir untukku. Bella adalah wanita pertama yang kuajak melihat aku bergulat dengan drum, bella harus tau apa yang jadi bagian keduaku setelah dirinya.
“hallo, bel aku sudah didepan” , ucapku lewat telepon. Bella hanya menjawab ‘tunggu sebentar’ dan kemudian mematikan telepon dengan cepat. Tak lama aku menunggu, bella keluar dari dalam rumah. Terkejutnya aku melihat bella yang menggunakan dress, high heels dan menjinjing tas mungilnya yang berkilauan. Astaga pacarku cantik, tapi ini pasti sangat aneh. Bagaimanapun aku takkan mengucapkan apapun yang mungkin bisa membuatnya tersinggung. Aku hanya tersenyum dan melihatnya dengan tenang.
“aku aneh ya? Tapi aku gamungkin pakai dress begini kalau kamu bawa motor. Boleh tunggu sebentar lagi? Aku mau ganti baju deh, janji cuma 5 menit aja” , ucap bella. Aku hanya bisa diam mendengarkan dia bicara panjang tentang dirinya. 7 menit aku menunggu, bella datang dengan jeans hitam dan kaos oblongnya. Rambutnya diikat dan tanpa make up sedikitpun, dengan senyum lebar dia menghampiriku.
“ayo pergi”.
Aku hanya bisa tertawa kecil melihatnya malam ini, dia ternyata wanita yang mampu menyesuaikan diri. Bagiku dia hebat.
Tiba di tempat, dia langsung turun dan menggandeng tanganku. Aku dan bella berjalan menuju belakang panggung. Aku langsung segera mempersiapkan diri dan langsung menuju panggung. Bella hanya melambaikan tangan dan tersenyum manis untukku. Dari kejauhan, aku melihat bella sedang bicara dengan 2 orang wanita. Ntah membicarakan apa, tapi bella tampak tidak senang dengan kehadiran mereka. Bella sesekali melirik kearahku, aku ngga mengerti apa itu kode atau bagaimana. Aku cemas dan konsentrasiku mulai buyar. Selesai dan aku langsung menemui bella.
“kamu gak apa-apa?” , tanyaku.
“tidak. Kamu tadi mainnya hebat.”
“hebat apanya? Aku cemas melihat mu bicara dengan 2 wanita tadi. Mereka siapa?”
“bukan siapa-siapa, aku juga gak kenal. Kamu masih mau main lagi?”
“ngga, udah kelar. Kamu lapar? Kita makan dulu aja, baru pulang”
Bella hanya mengangguk yang berarti setuju. Sepanjang jalan, bella hanya diam. Biasanya, bella sedikit agak bawel. Banyak bicara, selalu mengajakku tertawa, tapi tidak untuk kali ini.
“kamu kok diam aja?”
“aku ngantuk”
“jangan tidur ya, kita makan dulu”
“gimana ini biar aku ngga ngantuk?”
“kamu nyanyi aja”
“suara aku gaenak”
“yaudah buatin aku puisi”
“bella ngga pinter buat puisi”
“yaudah bella peluk aku aja, biar gangantuk”
“itu sih maunya kamu”
“emang maunya kamu apaan?”
“maunya aku, kita itu bareng terus kayak gini”
“Selama-lamanya?”
“ya mungkin saja”
Bicara singkat itu terputus saat tempat tujuan sudah terlihat. Bella turun dan tidak menggandeng tanganku seperti tadi. Duduk dan mulai memesan. Bella hanya diam dan sesekali melihat ponselnya. Aku hanya bisa melihat sekeliling dan sesekali melirik bella.
“kamu kok malam ini berani beda?” , tanyaku.
“emang kenapa?”
“gak apa-apa sih hehe”
“Aku sih sebenarnya agak canggung sama kamu, tapi aku berusaha nutupi itu dengan celotehanku”
“Aku senang kalau kamu mau berusaha menyesuaikan dengan gimananya aku, tapi aku lebih senang kalo kamu jadi diri sendiri aja”
“jo … kadang cinta itu datang gak secepat yang kita mau”
“maksudnya?”
“ah bukan apa-apa, makan yuk”
Aku bingung dengan ucapan bella yang itu. Gak secepat yang kita mau? Apa maksudnya.
Makan dan selesai. Aku langsung mengantarkan bella pulang. Tiba dirumah bella, bella langsung turun dan tidak pamit. Bahkan menolehku pun tidak. Aku segera pulang dan meninggalkan rumah bella. Bella aneh, awalnya dia masih saja mesra denganku tapi kenapa akhirnya tidak? Apa dia sedang ada masalah? Tiba dirumah, aku langsung menghubungi bella. Tapi nomor bella tidak aktif. Bella kenapa?
Esok paginya, aku mendapat pesan singkat dari bella.
aku berangkat sendiri aja, kamu ngga usah jemput aku
Apa jangan-jangan ada pria lain yang menjemput bella? Segera ku telpon bella, tapi tidak diangkat. Aku dan bella tidak satu sekolah dan juga tidak searah, mungkin dia tidak ingin merepotkanku. Aku hanya mengiyakan dan segera pergi menuju sekolahku. Tepat didepan gerbang, aku melihat bella. Segera ku hampiri dengan rasa penasaranku.
“bella?”, tegurku. Bella langsung memelukku dan menangis.
“kamu kenapa?”, tanyaku semakin penasaran.
“ayo ke bukit, kita bolos aja”, ucap bella.
Aku langsung mengiyakan bella. Kami langsung menuju bukit. Di bukit, bella sudah tak lagi menangis. Tersenyum dan tertawa. Terkadang, sesekali dia teriak dan mulai menjahili aku.
“bella, kamu tadi kenapa?”
“tidak apa-apa, aku hanya sedang berusaha mengajakmu bolos sekolah saja hehe”
“jadi tadi kamu hanya acting?”
“iya hehe”
“semalam poselmu tidak aktif, bahkan tadi pagi kamu tidak ingin aku antar kesekolah. Kenapa?”
“sedang tidak ingin jo”
“emang kenapa? Aku ada salah?”
“tidak”
Setelah perbincangan itu, bella terdiam. Sesekali dia tersenyum memandang langit, sesekali dia tersenyum memandangku, sesekali dia cemberut melihat ponselnya. Ada apa sih sebenarnya?
“jo kalau aku harus pergi sekarang, kamu marah?”
“kamu mau kemana?”
“aku bosan disini”
“kamu mau kemana?”
“aku mau pulang”
“aku antar”
“ngga usah jo. Kamu balik aja kesekolah, aku pulang ya”
Kemudian bella langsung lari dan aku kewalahan untuk mengejarnya. Aku tak mungkin meninggalkan motorku begitu saja. Ku kejar dan hilang. Bella tak lagi terlihat. Ku telpon dan tak aktif. Segera aku menuju rumah bella, tapi aku hanya menemui seorang wanita dan satpam. Segera ku temui dan menanyakan keberadaan bella.
Bella adalah anak tunggal dan otomatis bella yang akan segera bertanggung jawab atas keluarganya. Mamanya meninggal saat melahirkan dirinya dan bella hanya tinggal dengan beberapa pembantu dirumahnya. Papanya sibuk mengurus perusahaan yang didirikannya sejak dia masih berumur 35tahun, mau tak mau papanya harus hidup terpisah dengan bella.
“maaf bu, apa bella sudah pulang?”
“non bella sudah pergi sejak pagi tadi”
“ke sekolah?”
“tidak, katanya dia ingin pamit dengan pacarnya”
“pamit gimana? Emm kebetulan saya ini pacarnya bella”
“loh bukannya bella sudah menemui kamu tadi?”
“iya, tapi dia tidak ada pamit apa-apa sama saya”
“bella akan segera menyusul papanya ke bandung”
“menetap disana?”
“tentunya”
“kenapa begitu?”
“papa bella mengalami kebangkrutan sejak 5tahun yang lalu, kemudian berusaha bangkit lagi dengan mengumpulkan beberapa pinjaman. Tapi papa bella, meminjam pada orang yang salah. Dia malah memeras papa bella dengan bunga yang besar. Semakin bangkrut dan tak sanggup bayar. Satu-satunya jalan adalah memenuhi permintaannya. Bella harus menikahinya”
Tercengang dan terdiam. Ini pukulan yang teramat sakit. Bella belum cerita. Bella tak mau jujur. Tak berapa lama bella menelponku.
“bella hallo. Kamu…”
“maafkan aku jo. kalau kamu ingin tau, kamu tanyakan saja pada orang yang ada dirumah aku”
“aku sudah dirumah kamu bel”
“maafkan aku jo, sebenarnya aku hanya tak ingin kamu terlibat”
‘tapi bagaimana perasaanku bel?”
“aku sangat menyayangi papaku jo, selama ini dia berjuang keras demi menghidupi aku. Tanpa kasih sayang seorang istri, dia sanggup menyayangi aku. Bahkan membiayai kehidupanku hingga aku sebesar bahkan setegar ini. Papa satu-satunya yang ku punya dan satu-satunya alasan kenapa aku harus bertahan hidup, kenapa aku harus tetap semangat untuk berjuang. Aku harus bisa membuatnya tersenyum bangga. Dengan aku membantu kesulitannya, aku yakin dia akan bangga denganku. I love you jo”.
            Itu yang harus ku akui dari awal, dia wanita terhebat yang pernah ku punya. Melawan rasa itu sendiri demi sesosok ayah yang selalu dia kagumi. Dia hebat, bahkan sangat hebat. Dia wanita yang kini akan segera menjadi milik orang lain. Tetaplah semangat bella, walau aku hanya bisa mendoakanmu dari bibirku. Kurasa cinta kita belum mati hingga nanti gugur bersama waktu.

Masa Itu

0
COM


Beberapa kali aku sempat bertemu hujan tanpa dirimu. Ku tepis semua titik-titik air yang jatuh tepat diwajahku. Dingin itu membuatku lemah, sebisa mungkin aku tetap menjadi hangat. Bisakah sekali saja hujan hadir diantara kita berdua? Sesekali aku ingin kau menepis titik-titik air itu untukku.
Kemarin kita tertawa, menertawakan hal-hal konyol yang pernah kau dan aku lakukan. Hal-hal konyol saat aku dan kau belum bersama. Belum saling berbagi, belum saling hanyut dalam rasa. Bagaimana kau melirikku saat aku tak memperdulikanmu, bagaimana aku memalingkan wajahku saat aku dan kau saling menatap, bagaimana kau coba untuk tetap bersikap biasa saat aku mulai tersenyum, bagaimana aku mulai mencarimu saat kau hilang, bagaimana kau berusaha untuk memulai pembicaraan saat aku terlihat acuh untukmu, bagaiamana aku menghindar untuk kau ajak bicara, bagaimana aku dan kau mencoba untuk saling mengelak saat kita diledek bahwa kita benar saling cinta. Itu sangat konyol bagiku.
Apa kabar masa-masa itu? Ternyata masa itu sudah digantikan. Kini aku dan kau seperti gula dengan air, larut dalam beberapa adukan. Tak dapat dipisah dan terasa manis untuk dirasa. Tentu.